Bukan Tabu: Membangun Kesadaran Tubuh Anak Melalui Pembelajaran Seksual yang Tepat
Perkembangan anak melibatkan banyak aspek, termasuk pemahaman tentang tubuh dan diri mereka. Konsep “tabu” seputar seksualitas sering kali menghambat pembelajaran seksual yang seharusnya diberikan sejak dini. Padahal, membangun kesadaran tubuh anak melalui pendekatan yang tepat adalah fondasi penting untuk melindungi mereka dari berbagai risiko dan membentuk individu yang sehat secara fisik dan mental.
Pembelajaran seksual yang tepat tidaklah sama dengan mengajarkan aktivitas seksual. Sebaliknya, ini berfokus pada pengenalan bagian-bagian tubuh, fungsi dasarnya, perbedaan antara laki-laki dan perempuan, serta konsep privasi dan batasan pribadi. Mengajarkan anak tentang “sentuhan pribadi” dan “area pribadi” sejak usia prasekolah membantu mereka memahami bahwa tidak ada orang yang boleh menyentuh bagian tubuh tertentu tanpa izin. Hal ini juga memberdayakan anak untuk mengatakan “tidak” jika merasa tidak nyaman atau terancam. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2024 menunjukkan bahwa sebagian besar korban kekerasan seksual pada anak di bawah usia 10 tahun tidak mampu menceritakan kejadian karena ketidaktahuan mereka tentang “sentuhan buruk” dan rasa takut.
Peran orang tua dan pendidik sangat krusial dalam menyajikan pembelajaran seksual ini. Misalnya, orang tua bisa memulai dengan mengenalkan nama-nama organ tubuh secara benar sejak anak balita. Di sekolah, materi ini dapat diintegrasikan secara bertahap melalui pelajaran biologi atau kesehatan, disesuaikan dengan tingkat usia. Pada tanggal 17 Juli 2025, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan modul panduan pembelajaran seksual untuk guru-guru SD, yang menekankan pendekatan usia, berbasis bukti, dan non-judgemental. Peluncuran ini dilakukan dalam sebuah webinar nasional yang diikuti oleh ribuan guru dari seluruh provinsi.
Penting juga untuk menanamkan pada anak bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri dan mereka berhak untuk merasa aman. Mendorong anak untuk terbuka dan bertanya tentang tubuh mereka, serta memberikan jawaban yang jujur dan sesuai usia, akan membangun fondasi komunikasi yang kuat. Apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, anak akan lebih berani untuk bercerita kepada orang dewasa yang mereka percaya. Petugas kepolisian dari Subdit PPA Polda Metro Jaya, Kompol Budi Santoso, dalam sebuah diskusi publik di Aula Balai Kota Jakarta pada hari Rabu, 8 Mei 2025, menekankan bahwa “anak yang memiliki kesadaran tubuh yang baik cenderung lebih mampu melindungi dirinya dan melapor jika terjadi pelecehan.”
Dengan demikian, menjadikan pembelajaran seksual sebagai bagian integral dari pendidikan anak bukanlah sebuah tabu, melainkan sebuah kebutuhan mendesak. Ini adalah investasi vital untuk menciptakan generasi yang sadar, aman, dan berdaya dalam menghadapi tantangan di masa depan.