Pendidikan tinggi, baik universitas, institut, maupun politeknik, di Indonesia masih sangat terpusat di kota-kota besar. Kondisi ini menciptakan tantangan besar bagi lulusan desa yang bercita-cita melanjutkan studi, karena mereka sangat sulit mengaksesnya langsung tanpa harus merantau. Kesenjangan ini membatasi peluang mobilitas sosial dan pengembangan potensi anak-anak muda dari daerah terpencil, yang berhak mendapatkan kesempatan yang sama.
Konsentrasi pendidikan tinggi di perkotaan berarti fasilitas, tenaga pengajar berkualitas, dan jurusan yang beragam hanya tersedia di sana. Kampus-kampus besar dengan reputasi tinggi umumnya berada di kota, menarik minat calon mahasiswa dari seluruh penjuru negeri. Namun, bagi lulusan desa, akses geografis menjadi hambatan pertama yang signifikan.
Merantau ke kota besar untuk menempuh pendidikan tinggi tidak hanya berarti jauh dari keluarga, tetapi juga menanggung biaya hidup yang tinggi. Biaya sewa tempat tinggal, transportasi, dan kebutuhan sehari-hari di kota seringkali di luar jangkauan ekonomi keluarga di desa, menciptakan beban finansial yang berat.
Selain biaya, adaptasi budaya dan lingkungan juga menjadi tantangan. Lulusan desa mungkin kesulitan menyesuaikan diri dengan hiruk pikuk kota, gaya hidup yang berbeda, dan persaingan akademik yang lebih ketat. Ini dapat memengaruhi performa belajar dan kesejahteraan mental mereka.
Keterbatasan informasi mengenai pilihan pendidikan tinggi dan beasiswa juga sering dihadapi lulusan desa. Mereka mungkin tidak memiliki akses yang sama terhadap informasi yang relevan dibandingkan dengan siswa di kota, sehingga peluang untuk mendapatkan beasiswa atau masuk ke program studi impian terlewatkan.
Pemerintah telah berupaya meningkatkan akses pendidikan tinggi melalui program beasiswa Bidikmisi, KIP Kuliah, dan pembangunan perguruan tinggi di daerah. Namun, jumlah beasiswa masih terbatas dan penyebarannya belum sepenuhnya menjangkau seluruh pelosok, serta pembangunan kampus baru membutuhkan waktu lama.
Pemanfaatan teknologi menjadi solusi inovatif dalam mengatasi masalah ini. Program pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau universitas online dapat memungkinkan lulusan desa mendapatkan pendidikan tinggi tanpa harus merantau. Infrastruktur internet dan literasi digital perlu terus ditingkatkan untuk mendukung inisiatif ini.
Pemerintah juga dapat mendorong perguruan tinggi untuk membuka kampus cabang atau program studi terapan di daerah-daerah. Ini akan mendekatkan akses pendidikan tinggi kepada masyarakat desa, disesuaikan dengan potensi lokal, sehingga mereka tidak perlu meninggalkan kampung halaman.
Kolaborasi antara perguruan tinggi dengan pemerintah daerah dan pihak swasta juga krusial. Program beasiswa daerah, mentorship, atau program persiapan masuk perguruan tinggi bagi siswa desa dapat membantu mereka mengatasi berbagai hambatan dan meraih impian pendidikan tinggi.