Peran Peer Group: Mengapa Solidaritas Kelompok Sering Menjustifikasi Kekerasan Antar Siswa

Solidaritas Kelompok (peer group) memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sosial dan emosional siswa. Sayangnya, ikatan kuat ini seringkali dimanfaatkan untuk menjustifikasi perilaku negatif, termasuk kekerasan antar siswa atau bullying. Keinginan untuk diterima dan melindungi anggota kelompok mendorong individu untuk mengesampingkan nilai moral pribadi demi persatuan dan penerimaan dari kelompok.

Fenomena ini berakar pada psikologi dan identitas sosial. Bagi remaja, menjadi bagian dari kelompok tertentu memberikan rasa aman, status, dan tujuan. Ketika kelompok tersebut terlibat dalam konflik, anggota merasa berkewajiban untuk mendukung, bahkan jika itu berarti melakukan kekerasan. Loyalitas kelompok menjadi lebih penting daripada benar atau salah.

Kekerasan sering dimulai dari proses deindividuation dalam. Ketika bertindak sebagai bagian dari massa, tanggung jawab pribadi terasa berkurang. Individu merasa anonim dan kurang akuntabel atas tindakan mereka, yang memungkinkan mereka melakukan tindakan agresif yang tidak akan mereka lakukan sendirian. Kekuatan kolektif menumpulkan kesadaran moral.

Solidaritas Kelompok juga menciptakan norma perilaku yang menyimpang. Jika agresi atau kekerasan dianggap sebagai cara untuk menunjukkan kekuatan atau mempertahankan kehormatan kelompok, maka anggota baru akan cepat mengadopsi norma tersebut untuk membuktikan loyalitas. Lingkaran ini membenarkan dan melanggengkan budaya kekerasan di kalangan siswa.

Untuk mengatasi masalah ini, sekolah harus fokus pada pembongkaran Solidaritas Kelompok yang bersifat eksklusif dan agresif. Program anti-bullying harus diarahkan pada perubahan dinamika kelompok, mengajarkan empati, dan mempromosikan inklusivitas. Sekolah harus memberikan saluran yang aman bagi siswa untuk melaporkan tanpa takut dikucilkan.

Peran konseling dan guru juga vital dalam mengarahkan energi Solidaritas Kelompok ke arah positif. Kegiatan ekstrakurikuler berbasis tim, seperti olahraga atau klub debat, dapat menjadi media untuk menanamkan nilai kerjasama, rasa hormat, dan penyelesaian konflik secara konstruktif. Mengubah mindset kompetisi menjadi kolaborasi.

Pendekatan pencegahan yang efektif juga melibatkan orang tua dan komunitas. Orang tua perlu menyadari potensi pengaruh buruk dari Solidaritas Kelompok dan memantau interaksi sosial anak. Komunitas yang kuat harus menolak dan memberikan sanksi sosial terhadap perilaku kekerasan, memastikan lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar mendukung nilai-nilai positif.

Theme: Overlay by Kaira Extra Text
Cape Town, South Africa