Akreditasi institusi pendidikan merupakan proses krusial untuk menjamin kualitas. Penetapan Standar Nasional oleh badan akreditasi bertujuan menciptakan tolok ukur mutu yang seragam di seluruh negeri. Namun, seringkali terjadi kesenjangan signifikan antara ekspektasi yang tertulis dalam dokumen akreditasi dengan realita operasional di lapangan.
Kesenjangan ini muncul karena banyak faktor. Di satu sisi, Standar Nasional mungkin menetapkan kriteria ideal yang sulit dijangkau oleh institusi dengan sumber daya terbatas, terutama di daerah terpencil. Di sisi lain, beberapa institusi cenderung melakukan persiapan “kosmetik” hanya untuk menyambut proses asesmen, tanpa perubahan substansial.
Salah satu area kesenjangan terbesar adalah infrastruktur dan kualifikasi dosen atau guru. Institusi di kota besar mungkin mudah memenuhi Standar Nasional terkait rasio dosen berkualifikasi doktor. Sementara institusi di daerah menghadapi kendala rekrutmen dan pengembangan sumber daya manusia yang memadai.
Proses evaluasi akreditasi yang padat dokumen juga sering dikritik. Fokus yang berlebihan pada kelengkapan administrasi terkadang mengabaikan penilaian mendalam terhadap proses pembelajaran yang sebenarnya berlangsung di kelas. Mutu lulusan, yang seharusnya menjadi indikator utama, berpotensi terlewatkan.
Selain itu, interpretasi terhadap Standar Nasional seringkali berbeda-beda antar asesor. Variasi ini dapat memengaruhi hasil evaluasi dan menimbulkan ketidakadilan. Diperlukan pelatihan asesor yang lebih intensif dan terstandar untuk memastikan konsistensi dan objektivitas penilaian di semua level institusi.
Untuk mengatasi kesenjangan ini, badan akreditasi didorong untuk mengembangkan pendekatan yang lebih adaptif. Standar harus tetap tinggi, namun fleksibel dalam mempertimbangkan konteks geografis dan kapasitas finansial institusi. Mentoring dan pembinaan harus lebih diutamakan daripada sekadar penghakiman.
Institusi pendidikan juga harus berkomitmen untuk menjadikan akreditasi sebagai alat perbaikan berkelanjutan, bukan hanya sekadar formalitas. Peningkatan mutu harus menjadi budaya internal, terlepas dari jadwal kunjungan asesor. Perubahan mentalitas ini adalah kunci menuju kualitas pendidikan yang sejati.
Pada akhirnya, tujuan utama akreditasi adalah peningkatan mutu pendidikan bangsa. Dengan menganalisis dan menutup kesenjangan antara teori dan praktik, sistem akreditasi dapat menjadi katalisator efektif dalam mencapai Standar Nasional pendidikan yang tinggi dan merata bagi seluruh masyarakat.
